SuaraParlemen.co, Jogja – Perjuangan mengembalikan hak atas tanah milik Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, yang diduga menjadi korban mafia tanah, diharapkan tetap fokus dan tidak melebar ke arah yang tidak relevan.
Hal ini ditegaskan oleh Aprillia Supaliyanto MS, SH, kuasa hukum Bibit Rustamta—terlapor dalam sengketa tersebut. Dalam keterangan kepada wartawan pada Senin (28/4), Aprillia mengimbau semua pihak untuk tetap konsentrasi pada tujuan utama: mengembalikan hak-hak Mbah Tupon.
“Jangan malah digunakan untuk pansos (panjat sosial),” tegas Aprillia.
Ia menyayangkan adanya pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan kasus ini untuk kepentingan pribadi. Salah satunya, menurutnya, adalah beberapa oknum perangkat desa yang dinilai tidak menyampaikan informasi hasil mediasi secara utuh kepada masyarakat, hingga merugikan kliennya, Bibit Rustamta.
Aprillia mencontohkan ketidakjelasan informasi dalam dua kali mediasi yang telah dilakukan di kantor Kelurahan Bangunjiwo. Dalam mediasi pertama, menurutnya, Mbah Tupon dan keluarganya telah menyatakan bahwa Bibit tidak terlibat dalam pengalihan tanah secara ilegal. Bahkan, orang yang dulu menyarankan untuk melapor ke polisi, kini justru ikut dilaporkan.
Kronologi Kasus
Kasus bermula sekitar tahun 2021, ketika Mbah Tupon berencana mewakafkan sebagian tanahnya untuk kegiatan warga RT. Ia meminta bantuan Bibit, yang dikenal sebagai tokoh masyarakat di Padukuhan Ngentak, untuk membantu proses tersebut.
Tanah itu kemudian direncanakan untuk dipecah—sebagian untuk wakaf RT, sebagian lagi untuk anak-anak Mbah Tupon, dan sebagian lainnya dijual untuk menutup biaya proses. Bibit pun bersedia membeli sebagian tanah seluas 298 meter persegi dengan harga yang telah disepakati. Uang hasil penjualan digunakan Mbah Tupon untuk membiayai pemecahan sertifikat, pembangunan rumah anaknya, dan keperluan lain.
Saat proses pemecahan sertifikat tahap kedua, Bibit yang sedang sibuk lalu meminta bantuan seorang warga bernama Triono. Sertifikat kemudian diserahkan kepada Triono dengan seizin Mbah Tupon. Selanjutnya, Triono mengajak seseorang lain yang juga bernama Triono untuk melanjutkan proses.
“Proses pemecahan sertifikat tahap dua itu dilakukan di rumah Mbah Tupon oleh Triono 1 dan Triono 2 tanpa sepengetahuan Bibit,” jelas Aprillia.
Informasi tersebut sudah disampaikan Bibit dalam dua kali mediasi, dan tidak dibantah oleh Mbah Tupon maupun keluarganya. (Amelia)
Tinggalkan Balasan