SuaraParlemen.co, Jakarta, 07 Mei 2025 – Aplikasi World tiba-tiba mencuri perhatian publik setelah menawarkan imbalan finansial hingga Rp 800 ribu hanya dengan memindai iris mata pengguna. Tawaran ini mungkin terdengar menggiurkan, namun banyak pihak mengingatkan bahwa data biometrik seperti iris mata bukan sesuatu yang bisa diberikan sembarangan.
Iris mata adalah salah satu jenis data biometrik yang sangat sensitif, setara dengan sidik jari, pengenalan wajah, atau suara. Menurut lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), teknologi pemindaian iris mata menyimpan potensi bahaya yang tidak bisa diremehkan, meskipun dikemas dengan janji kemudahan dan keamanan.
“Iris mata adalah bagian tubuh yang sangat unik, tidak berubah seumur hidup, dan nyaris mustahil dipalsukan. Justru karena sifat inilah, iris mata menjadi data biometrik yang sangat berharga dan rentan disalahgunakan,” kata Chairman CISSReC, Pratama Persadha.
Risiko Serius Jika Data Bocor
Pratama menegaskan bahwa salah satu risiko terbesar dari penggunaan data iris adalah ketidakmampuannya untuk diubah. Jika email atau kata sandi bocor, masih bisa diganti. Tapi jika data iris jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa seumur hidup.
“Tidak ada jalan kembali jika data biometrik seperti iris mata bocor. Ini bisa dimanfaatkan dalam skenario kejahatan canggih seperti pencurian identitas hingga akses ilegal ke sistem yang menggunakan otentikasi biometrik,” jelas Pratama.
Ancaman Pengawasan Massal
Selain penyalahgunaan identitas, potensi pengawasan massal juga menjadi ancaman. Data iris bisa dikombinasikan dengan teknologi pengenalan wajah dan kamera cerdas di ruang publik.
“Di tangan pemerintah otoriter atau perusahaan yang hanya mengejar profit, ini bisa menjadi alat pengawasan yang mengancam kebebasan individu. Bahkan dalam negara demokratis pun, tanpa regulasi yang kuat, pelanggaran privasi bisa terjadi secara sistematis dan tidak terdeteksi,” tambahnya.
Lemahnya Keamanan Data
CISSReC juga menyoroti risiko kebocoran data dari pihak ketiga, terutama perusahaan yang tidak memiliki standar keamanan siber tinggi. Banyak insiden kebocoran besar di masa lalu menunjukkan bahwa bahkan perusahaan teknologi besar pun tidak kebal dari serangan siber.
“Jika data iris disimpan tanpa enkripsi atau perlindungan yang memadai, maka pengguna menghadapi risiko besar tanpa perlindungan cukup,” tegas Pratama.
Potensi Komersialisasi Tanpa Persetujuan
Masalah lain yang tak kalah penting adalah potensi komersialisasi data. Dalam jumlah besar, data iris dapat dianalisis untuk membentuk profil digital sangat spesifik, yang bisa dijual atau digunakan untuk iklan bertarget.
“Sering kali, pengguna tidak tahu data mereka akan digunakan untuk apa, kepada siapa dibagikan, atau bagaimana datanya disimpan. Ini semua sering tidak dijelaskan secara jelas dalam kebijakan privasi,” ujarnya.
Pertimbangkan Matang Sebelum Memberikan Data
Pratama mengingatkan masyarakat untuk lebih kritis sebelum menyerahkan data biometrik kepada aplikasi atau platform digital. Hal pertama yang harus diperjelas adalah tujuan pengumpulan data tersebut.
“Jika hanya demi insentif sesaat seperti uang kripto, maka risikonya jauh lebih besar dari manfaatnya. Pengguna harus tahu siapa yang mengelola data mereka, di mana disimpan, dan apakah dilindungi secara memadai,” pungkasnya. (Amelia)
Tinggalkan Balasan