SuaraParlemen.co, Banda Aceh — Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengungkapkan keprihatinan mendalam terkait penangkapan salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemko Banda Aceh oleh Tim Densus 88 Antiteror. ASN tersebut diduga terlibat dalam jaringan terorisme Negara Islam Indonesia (NII), sebuah kelompok radikal yang telah lama menjadi perhatian aparat keamanan.
“Hari ini kami dikejutkan dengan adanya koordinasi komunikasi dengan Densus 88 yang menyampaikan bahwa ada oknum ASN Kota Banda Aceh yang terlibat jaringan teroris, yaitu Negara Islam Indonesia (NII),” ujar Illiza, Rabu (6/8/2025).
Illiza mengaku terkejut dan kecewa atas informasi tersebut. Ia menyebut tidak menyangka ada ASN di lingkungan Pemko Banda Aceh yang terlibat dalam aktivitas ekstremisme.
“Kita sebenarnya syok mendengar kabar ini. Kaget, tidak menyangka ada ASN kita yang terlibat terorisme,” ucapnya.
Meski demikian, Illiza menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat Densus 88 yang berhasil membongkar jaringan teror di wilayahnya. Ia menegaskan bahwa Pemerintah Kota Banda Aceh siap mendukung penuh proses hukum, termasuk menjatuhkan sanksi administratif kepada ASN yang terbukti bersalah.
“Jika terbukti memang bersalah, maka kami akan memberikan sanksi tegas terhadap ASN tersebut sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Illiza.
Dua ASN Diamankan Densus 88
Sebelumnya, Densus 88 menangkap dua ASN di lokasi berbeda di Aceh, yakni ZA alias SA (47), pegawai Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh, dan MZ alias KS (40), staf di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh.
Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra E. Wardhana, mengungkapkan bahwa ZA berperan sebagai pengelola keuangan jaringan NII, sementara MZ diduga aktif dalam proses rekrutmen anggota baru.
Keduanya saat ini tengah menjalani pemeriksaan intensif. Dalam penangkapan tersebut, Densus 88 turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa laptop, ponsel, dokumen penting, dan senjata tajam.
Peringatan Bahaya Radikalisasi ASN
Kasus ini kembali membunyikan alarm kewaspadaan terhadap potensi radikalisasi di lingkungan aparatur sipil negara. Pemerintah daerah diimbau meningkatkan pengawasan internal untuk mencegah penyusupan paham ekstremisme ke dalam birokrasi pemerintahan.
“Kami berharap semua pihak meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat filterisasi di setiap lini pemerintahan agar kasus serupa tidak terulang,” pungkas Illiza. (Kjp)
Tinggalkan Balasan