SuaraParlemen.co, Simeulue – Sebuah momen bersejarah tercipta di Aula Sekdakab Simeulue pada Sabtu pagi, 24 Mei 2025, dalam acara peluncuran Kamus Besar Bahasa Simolol (KBBS). Acara yang berlangsung khidmat ini dibalut dalam nuansa budaya yang kuat, dibuka dengan syair tradisional nafi-nafi yang dibawakan seorang ibu dengan suara merdu dan penuh makna, berhasil memukau seluruh hadirin.
Hadir dalam acara ini Bupati Simeulue, jajaran Forkopimda, SKPK, tokoh adat, komunitas Rumpun Simolol Bersatu, serta pakar bahasa dari Balai Bahasa Aceh, Cut Ida Agustina.
Di tengah berlangsungnya acara, Ketua DPRK Simeulue, Rasmanudin H. Rahamin, melontarkan kritik tajam namun konstruktif yang langsung mencuri perhatian hadirin.
“Maaf Bu Ida, saya ingin mengajukan protes. Di KBBI, kata SMONG yang merupakan warisan lokal Simeulue ditulis dengan ejaan SEMONG. Ini bukan sekadar soal huruf, ini soal sejarah dan identitas,” tegas Rasman dengan nada serius.
Cut Ida yang dikenal terbuka terhadap masukan, tampak terkejut. Ia langsung memeriksa melalui gawainya. “Belum masuk KBBI, Pak,” jawabnya. Namun saat ia mengetik kata SEMONG, muncul entri yang berarti tsunami.
“Terima kasih Pak Rasman atas koreksi yang sangat berharga ini. Kami di Badan Bahasa sangat terbuka untuk revisi, apalagi jika menyangkut kearifan lokal. Jika memang penulisan aslinya adalah SMONG, insyaAllah akan kami perjuangkan untuk dikembalikan ke bentuk yang benar,” ujarnya dengan respons positif.
Percakapan itu sontak menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, SMONG bukan sekadar kosakata—ia adalah simbol kearifan lokal Simeulue dalam menghadapi bencana. Berkat warisan lisan ini, ribuan jiwa terselamatkan saat tsunami 2004 melanda.
“Kalau hanya karena kaidah vokal lalu kata SMONG diubah jadi SEMONG, itu sama saja menghapus ruh dari budaya kami,” lanjut Rasman. “SMONG adalah alarm kami, nyawa kami, dan warisan leluhur yang tak boleh diubah seenaknya.”
Cut Ida pun mengajak komunitas Rumpun Simolol Bersatu untuk bersama-sama mengusulkan revisi resmi ke Badan Bahasa, didukung data dan dokumen otentik.
Bupati Simeulue dalam sambutannya memberi apresiasi atas diskusi yang terjadi, menyebutnya sebagai momen penting kebangkitan bahasa dan budaya daerah.
“Ini bukan sekadar peluncuran kamus, tapi sebuah kebangkitan identitas Simeulue,” ungkapnya.
Peluncuran Kamus Besar Bahasa Simolol merupakan bagian dari program revitalisasi bahasa lokal yang digagas Pemkab Simeulue bersama tokoh adat dan akademisi. Kamus ini mencatat ribuan kosakata bahasa Simolol, bahasa masyarakat Simeulue bagian timur dan tengah, yang sebelumnya lebih kuat dalam tradisi lisan.
Rasmanudin, yang juga pencetus gagasan Menara SMONG sebagai ikon mitigasi bencana kelas dunia, menutup pernyataannya dengan pesan menyentuh.
“Kalau Anda menguasai bahasa lain tapi tidak menguasai bahasa ibu, itu adalah bentuk perbudakan,” tegasnya. “Saya beri nilai 90 untuk kamus ini. Terima kasih telah memberi saya ruang untuk menyampaikan kata pengantar. Suatu hari anak cucu saya akan membaca, dan mereka akan termotivasi untuk menjaga bahasa ibu mereka.”
Acara ditutup dengan pantun dari Rasman yang disambut hangat para undangan:
Kalau ame mebak dotan
Miabek batok sebagai balanjo
Kamus ere sebagai warisan
Mek amon silantok paguno
Artinya:
Kalau Anda pergi ke hutan
Bawa batok (sagu) untuk belanja
Kamus ini sebagai warisan
Kelak akan sangat berguna. (Kjp)
Tinggalkan Balasan