SuaraParlemen.co, Wamena — Kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka kembali melancarkan aksi kekerasan yang menewaskan sejumlah orang di wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Pada Selasa (8/4/2025), Markas Pusat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) mengumumkan bahwa mereka bertanggung jawab atas pembantaian yang menewaskan 11 penambang emas di Yahukimo.

Juru Bicara TPNPB, Sebby Sambom, mengklaim bahwa para korban adalah anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menyamar sebagai penambang emas. Menurut Sebby, operasi penyerangan dilakukan sejak Minggu (6/4/2025) hingga Selasa (8/4/2025), oleh regu bersenjata yang dipimpin Dejen Heluka dan Karis Giban. Keduanya merupakan bagian dari sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah kepemimpinan Hom Heluka dan almarhum Giban, dari Kodap III Nduga-Derakma.

“Pembunuhan tersebut dilakukan selama tiga hari berturut-turut dan berhasil membunuh 11 orang anggota militer pemerintah Indonesia yang menyamar sebagai pendulang emas di wilayah operasi TPNPB,” ungkap Sebby dalam keterangan tertulis yang diterima SuaraParlemen.co di Jakarta.

Selain 11 korban tewas, kelompok bersenjata tersebut juga mengklaim melukai tiga orang lainnya dalam penyerangan tersebut. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak TNI maupun Polri terkait kebenaran klaim tersebut.

Penembakan Eks Kapolsek di Puncak Jaya

Aksi kekerasan lainnya terjadi di Puncak Jaya, Papua Tengah, pada Senin (7/4/2025). Mantan Kapolsek Mulia, Iptu Djamal Renhoat, tewas setelah ditembak oleh dua orang tak dikenal yang menggunakan sepeda motor.

Kepala Satgas Humas Operasi Damai Cartenz, Kombes Yusuf Sutejo, membenarkan kejadian tersebut. Djamal sempat dilarikan ke RSUD Mulia, namun nyawanya tak tertolong akibat luka tembak yang dideritanya.

TPNPB-OPM mengaku bertanggung jawab atas penembakan tersebut. Menurut Sebby, pembunuhan terhadap Djamal bukan hanya karena statusnya sebagai mantan anggota polisi, melainkan juga karena ia dianggap sebagai “pendatang” atau non-warga asli di Mulia.

Baca juga :  DPR Panggil Mendagri Hari Ini, Pertanyakan Pengunduran Jadwal Pelantikan Kepala Daerah

“Kami telah mengikuti aktivitas korban di wilayah konflik bersenjata dan mengeksekusinya sebagai bagian dari peringatan kepada para imigran Indonesia,” kata Sebby.

Ancaman dan Operasi Berikutnya

Sebby menegaskan bahwa seluruh wilayah Papua saat ini berada dalam status konflik bersenjata antara kelompoknya dan aparat keamanan Indonesia. Ia pun mengimbau warga non-Papua agar segera meninggalkan wilayah tersebut.

“Jika terus berkeliaran di wilayah konflik, warga sipil imigran Indonesia akan dicap sebagai agen intelijen militer pemerintah,” ujar Sebby.

Ancaman dari kelompok separatis ini bukan yang pertama. Di awal pekan lalu, Markas Pusat TPNPB-OPM juga mengumumkan rencana operasi penyerangan besar-besaran di Puncak Jaya. Rencana ini diklaim sebagai hasil pertemuan dua tokoh penting kelompok bersenjata Papua Merdeka, Lekagak Telenggen dan Yuniro Enumbi.

“Pasukan TPNPB telah menyepakati untuk menghentikan pembangunan pos-pos militer Indonesia di Puncak Jaya. Jika peringatan ini diabaikan, kami siap melakukan pertempuran bersenjata dengan militer Indonesia,” ujar Sebby dalam siaran pers, Ahad (6/4/2025). (Amelia)