SuaraParlemen.co, Lombok, 06 Februari 2025 – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) terus berupaya memperjuangkan nasib tenaga honorer yang belum diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Upaya ini diwujudkan melalui kunjungan ke sejumlah lembaga pusat, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Mendagri), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) pada 15 Januari 2025 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPRD Lombok Timur, M. Yusri, bersama perwakilan Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur, membahas nasib tenaga honorer yang hingga saat ini belum terserap menjadi PPPK. Menanggapi hal ini, Menpan-RB memberikan solusi positif dengan menyatakan bahwa tenaga honorer yang telah terdaftar dalam sistem data BKN akan secara otomatis diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
“Terkait tenaga honorer yang belum diangkat menjadi PPPK, jika mereka sudah terdaftar dalam sistem data BKN, secara otomatis akan menjadi PPPK paruh waktu,” jelas Yusri, mengutip pernyataan Menpan-RB pada Rabu, 5 Februari 2025.
Yusri juga menambahkan bahwa Nomor Induk Pegawai (NIP) untuk status PPPK paruh waktu ini diperkirakan akan diterbitkan sekitar tanggal 16 Februari 2025 mendatang. Meskipun demikian, penggajian untuk PPPK paruh waktu ini akan tetap mengikuti skema sebelumnya, yaitu menggunakan tiga sumber anggaran: APBD, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Menurut Yusri, ketidakmampuan pemerintah daerah untuk menyesuaikan gaji PPPK paruh waktu dengan Upah Minimum Regional (UMR) disebabkan oleh keterbatasan anggaran. “Jika kita menerapkan standar UMR untuk PPPK paruh waktu, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 500 miliar. Saat ini, daerah belum mampu memenuhi hal tersebut,” ungkapnya.
Namun, Yusri memberikan kabar gembira bahwa PPPK paruh waktu memiliki peluang untuk menjadi PPPK penuh waktu di masa mendatang. “Setiap tahun akan ada evaluasi, terutama seiring dengan banyaknya PNS yang pensiun. Ini adalah solusi yang kami terima dari Menpan-RB,” tambahnya.
Selain itu, Yusri juga mengungkapkan bahwa Kabupaten Lombok Timur saat ini tengah menghadapi masalah kelebihan beban dalam belanja pegawai. Berdasarkan aturan Permendagri No. 15, belanja pegawai seharusnya tidak melebihi 30 persen dari APBD, namun angka tersebut di Lombok Timur telah mencapai 36 persen. “Jika kita menerapkan standar UMR, belanja pegawai akan semakin membengkak. Ini membuat posisi kita serba salah,” jelas Yusri.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan nasib tenaga honorer di Kabupaten Lombok Timur dapat memperoleh perhatian dan solusi yang lebih baik di masa depan. (Amel)
Tinggalkan Balasan