SuaraParlemen.co, Aceh – Setiap tanggal 28 Oktober, kita merayakan kemeriahan Sumpah Pemuda. Berbagai pihak—mulai dari lembaga pemerintahan, partai politik, hingga komunitas—berlomba-lomba menegaskan kembali komitmen terhadap semangat dan peran generasi muda.
Namun, di balik hiruk pikuk seremonial itu, muncul sebuah pertanyaan jujur yang harus kita jawab: Sudah sejauh mana pemuda Aceh benar-benar dilibatkan dalam proses kenegaraan hari ini?
Faktanya, pelibatan generasi muda dalam proses kebijakan publik—baik di tingkat eksekutif maupun legislatif—masih berada pada tingkat yang minim. Banyak keputusan penting yang memiliki dampak jangka panjang justru diambil tanpa kehadiran dan suara yang signifikan dari generasi muda.
Hal ini terlihat jelas, misalnya, dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang pelibatan pemudanya terasa sangat terbatas.
Tentu saja, bukan berarti pemuda tidak mendukung revisi tersebut. Sebaliknya, pemuda Aceh mendukung penuh setiap upaya untuk memperkuat tata kelola dan kewenangan daerah. Namun, harapan ke depan adalah agar dalam setiap proses besar yang krusial, anak muda harus dilibatkan sejak awal. Kebijakan yang ditetapkan hari ini akan sangat menentukan arah hidup mereka di masa mendatang.
Masalahnya tidak hanya terletak pada kecilnya ruang partisipasi, tetapi juga pada budaya politik yang cenderung masih elitis. Akses untuk berkontribusi sering kali hanya dimiliki oleh kelompok yang sudah memiliki kedekatan dengan lingkar kekuasaan.
Akibatnya, banyak anak muda merasa terasing dari proses kenegaraan. Ini bukan karena mereka apatis, tetapi karena mereka tidak diberikan ruang dan kepercayaan yang memadai untuk berpartisipasi dan berkontribusi secara nyata.
Padahal, semangat Sumpah Pemuda bukanlah sekadar ritual atau seremonial tahunan. Ia adalah manifestasi dari keberanian untuk memberi kepercayaan penuh kepada generasi muda agar mereka ikut menentukan arah bangsa dan daerah.
Anak muda tidak butuh dipuji. Mereka butuh dipercaya.
PKS Aceh menyadari pentingnya pergeseran paradigma ini. Oleh karena itu, kami membuka ruang seluas-luasnya bagi anak muda dari berbagai latar belakang—pelajar, aktivis, profesional, pegiat sosial—untuk berkolaborasi, berkontribusi, dan bersama-sama merancang masa depan Aceh.
Inilah saatnya anak muda tidak lagi sekadar diundang untuk hadir dalam acara, tetapi benar-benar dilibatkan, dipercaya, dan diberi ruang untuk memimpin.

Ahmad Abdullah Rahil – Wasekum I Bidang Organisasi, Administrasi, Literasi Kepartaian, Perencanaan, Monitoring & Evaluasi Program – DPW PKS Aceh. (Kjp)



Tinggalkan Balasan