SuaraParlemen.co, Jakarta – Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI telah sepakat untuk kembali menerapkan sistem perpajakan lama, namun tetap berjalan beriringan dengan sistem Coretax. Keputusan ini diambil sebagai langkah mitigasi dalam implementasi Coretax yang masih dalam tahap penyempurnaan, guna memastikan penerimaan negara tidak terganggu.
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan hasil dari diskusi dan penjelasan yang telah disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dalam rapat tertutup.
“Kami sudah mendengarkan penjelasan dari Dirjen Pajak dalam rapat tertutup dan menyimpulkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak akan kembali menggunakan sistem perpajakan lama,” ujar Misbakhun usai mengadakan rapat kerja dengan Ditjen Pajak pada Senin (10/2).
Misbakhun menambahkan bahwa dengan keputusan ini, Ditjen Pajak menjamin bahwa sistem IT yang digunakan, baik yang lama maupun Coretax, tidak akan memengaruhi upaya kolektivitas penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025.
Roadmap Implementasi Coretax Berbasis Risiko
Dalam rangka transisi yang lebih mulus, Ditjen Pajak telah menyiapkan roadmap implementasi Coretax dengan pendekatan berbasis risiko yang lebih rendah dan tetap mempermudah pelayanan terhadap wajib pajak. Ditjen Pajak juga berkomitmen untuk tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak akibat gangguan dalam penerapan sistem Coretax pada tahun 2025.
“Ditjen Pajak, dalam rangka penyempurnaan sistem Coretax, wajib memperkuat keamanan siber (Cyber Security),” tambah Misbakhun.
Lebih lanjut, Ditjen Pajak akan secara berkala melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR RI.
“Ditjen Pajak akan menyampaikan jawaban tertulis atas pertanyaan dan tanggapan Pimpinan serta Anggota Komisi XI DPR RI paling lama dalam 7 hari kerja,” tandasnya.
Kendala dalam Implementasi Coretax
Proyek Coretax yang awalnya digadang-gadang sebagai sistem perpajakan modern justru menuai banyak keluhan dari para wajib pajak. Sistem yang dikembangkan dengan anggaran besar ini dilaporkan memiliki banyak bug yang menghambat kelancaran administrasi perpajakan.
Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, para wajib pajak mengalami kesulitan mengakses layanan, menghadapi respons sistem yang lambat, hingga mengalami error yang mengganggu aktivitas bisnis. Keluhan ini semakin memperburuk citra proyek Coretax.
Lebih lanjut, diketahui bahwa pemenang tender pengadaan sistem Coretax adalah LG CNS, yang sebelumnya pernah bersengketa terkait pelanggaran paten. Berdasarkan laporan yang diterima KONTAN dari Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), LG CNS pernah menghadapi kasus pelanggaran paten terhadap PT Prasimax Inovasi Teknologi terkait sistem perpajakan berbasis digital.
Prasimax telah mengembangkan sistem pajak online dan mendaftarkan patennya sejak tahun 2011. Namun, pada 2013, LG CNS diduga menerapkan teknologi serupa dalam proyek pajak online DKI Jakarta tanpa izin atau lisensi dari pemilik paten asli. Prasimax sempat mengirimkan peringatan kepada LG CNS, namun perusahaan tersebut menolak mengakui pelanggaran dengan alasan paten Prasimax belum resmi disahkan saat itu.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, pemerintah bersama DPR RI kini berupaya untuk memastikan sistem perpajakan tetap berjalan lancar tanpa mengganggu penerimaan negara dan layanan kepada wajib pajak. (Amel)
Tinggalkan Balasan