SuaraParlemen.co, Jakarta – Pakistan terus membuka jalur diplomatik dengan India meskipun hubungan kedua negara tengah memanas akibat insiden penembakan massal di Kashmir yang menewaskan 26 wisatawan India pada 22 April 2025 lalu.
Menteri Negara untuk Hukum dan Keadilan Pakistan, Aqeel Malik, menegaskan bahwa negaranya masih bersedia membantu India dalam menyelenggarakan penyelidikan independen atas tragedi tersebut. Ia menyatakan hal ini sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa Pakistan tidak terlibat dalam insiden tersebut, sekaligus membantah tuduhan yang dilontarkan oleh New Delhi.
“Tawaran kami masih berlaku. Kami sudah berulang kali menegaskan bahwa kami tidak terlibat dalam peristiwa itu. Kami bahkan mendesak dilakukannya penyelidikan internasional yang independen dan tidak memihak,” ujar Malik dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Namun, menurut Malik, belum ada tanggapan dari pihak India atas tawaran tersebut. Ia menyerukan agar India bersikap lebih terbuka agar masyarakat internasional dapat menilai secara objektif siapa yang sebenarnya bertanggung jawab.
Serangan Balasan dan Tuduhan yang Belum Terbukti
India menuduh Pakistan sebagai pihak di balik penembakan di kawasan Pahalgam, Jammu dan Kashmir. Namun hingga kini, India belum mempublikasikan bukti atas tuduhan tersebut. Sebagai respons, India melancarkan serangan udara ke sejumlah wilayah Pakistan seperti Kotli, Bahawalpur, Muridke, Bagh, dan Muzaffarabad. Serangan tersebut menyebabkan sedikitnya 26 korban tewas dan 46 lainnya luka-luka.
Ketegangan meningkat tajam, namun akhirnya kedua negara menyepakati gencatan senjata berkat mediasi dari berbagai negara termasuk Turki, Azerbaijan, Iran, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat. Meskipun begitu, situasi di lapangan masih terus diwarnai ketegangan dan saling tuding.
“Kami memilih diplomasi daripada senjata. Dunia bisa melihat sendiri bagaimana kami merespons serangan India dengan penuh perhitungan dan tidak reaktif,” tegas Malik, menyiratkan bahwa Pakistan tidak berniat meningkatkan konflik ke tingkat yang lebih berbahaya.
Ketegangan Nuklir dan Saling Tuduh
Ketegangan tidak hanya berhenti pada konflik bersenjata konvensional. Kedua negara kini terlibat dalam saling tuduh terkait pengelolaan senjata nuklir masing-masing.
Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, dalam sebuah pernyataan di Srinagar, menyerukan agar senjata nuklir Pakistan berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Ia mempertanyakan keamanan pengelolaan senjata tersebut di tangan Pakistan.
“Saya ingin bertanya kepada dunia: apakah senjata nuklir aman di tangan negara yang tidak bertanggung jawab?” kata Singh. “Saya percaya senjata atom Pakistan harus diawasi oleh IAEA.”
Sebagai balasan, Menteri Luar Negeri Pakistan menyatakan bahwa justru India yang harus diaudit. Ia menuding adanya “pasar gelap” untuk bahan nuklir dan radioaktif di India, dan menyerukan penyelidikan internasional atas insiden pencurian dan perdagangan ilegal bahan nuklir yang menurutnya telah terjadi berulang kali di negara tetangganya itu.
“Insiden ini mengindikasikan adanya pasar gelap untuk bahan sensitif berkegunaan ganda di India,” ujarnya.
Jalan Panjang Menuju Perdamaian
Meskipun berbagai upaya diplomatik telah dan terus dilakukan, hubungan India dan Pakistan tetap berada di ujung tanduk. Sebagai dua negara berkekuatan nuklir, setiap eskalasi yang terjadi membawa potensi ancaman besar, tak hanya bagi kawasan Asia Selatan, tapi juga bagi perdamaian global.
Pakistan menyatakan akan terus mengedepankan dialog dan kerja sama internasional dalam menghadapi situasi ini. Dunia kini menanti langkah konkret dari kedua negara dalam meredakan ketegangan dan membangun kepercayaan yang telah lama terkikis. (Amelia)
Tinggalkan Balasan