SuaraParlemen.co, Banda Aceh — Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyoroti serius dugaan pungutan liar (pungli) dari aktivitas tambang ilegal di Aceh yang disebut-sebut mencapai Rp360 miliar per tahun. Ia menyebut, Kapolda Aceh bahkan menunggu kedatangan Panitia Khusus (Pansus) DPR Aceh untuk membahas persoalan tersebut.
“Saya dengar Kapolda menunggu kedatangan Pansus DPR Aceh. Artinya, ada ruang komunikasi yang bisa dibangun untuk memperjelas persoalan pungli tambang ilegal ini,” ujar Nasir Djamil di Banda Aceh, Kamis (2/10/2025).
Menurut Nasir, DPR Aceh sebagai representasi rakyat memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk mengusut isu besar ini. Kehadiran Pansus dianggap penting agar masalah tidak sekadar menjadi isu liar yang menguap tanpa tindak lanjut.
“Kalau memang ada pungli Rp360 miliar, itu angka yang sangat besar. Ini harus dibuka terang-benderang, bukan hanya wacana,” tegas politisi PKS asal Aceh tersebut.
Setoran Rp30 Juta per Bulan dari 1.000 Ekskavator
Sebelumnya, Pansus Minerba dan Migas DPR Aceh dalam sidang paripurna yang dihadiri Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, pada 25 September 2025 mengungkap adanya setoran “uang keamanan” dari pemilik ekskavator tambang ilegal. Nilainya ditaksir mencapai Rp360 miliar per tahun.
Perhitungan itu didasarkan pada setoran Rp30 juta per bulan dari sekitar 1.000 ekskavator yang beroperasi di tambang ilegal di berbagai daerah, seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Pidie. Total terdapat 450 titik lokasi tambang ilegal di Aceh.
Apresiasi Green Policing, Tapi Harus Disertai Tindakan Tegas
Di sisi lain, Nasir Djamil mengapresiasi langkah Kapolda Aceh yang baru-baru ini mendeklarasikan program Green Policing, pendekatan kepolisian yang mengedepankan aspek lingkungan dan pencegahan dalam penanganan tambang ilegal.
“Green Policing adalah langkah maju. Polisi tidak hanya berorientasi pada penindakan, tetapi juga pada pencegahan agar tambang ilegal tidak semakin merusak lingkungan dan merugikan masyarakat,” katanya.
Namun ia mengingatkan, apresiasi tersebut harus diiringi dengan komitmen nyata dalam penegakan hukum.
“Program bagus harus dibarengi keberanian menindak. Jangan sampai tambang ilegal terus dibiarkan hanya karena ada oknum yang mengambil keuntungan lewat pungli,” tegasnya.
Ajakan Bersinergi
Menutup pernyataannya, Nasir menyerukan agar DPR Aceh, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum bersinergi dalam memberantas praktik tambang ilegal.
“Ini momentum bagi Aceh untuk menata sektor tambang secara legal dan berkeadilan. Kalau tidak, rakyat yang akan terus menjadi korban,” pungkasnya. (Kjp)
Tinggalkan Balasan