SuaraParlemen.co, Jakarta, 19 April 2025 – Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) Kalibata awalnya diharapkan menjadi simbol kolaborasi sosial demi membantu masyarakat kurang mampu. Namun, bagi Ira Mesra—pengelola dapur MBG—program ini justru berubah menjadi mimpi buruk, menyisakan dugaan penggelapan dana hampir Rp 1 miliar.

Alih-alih mendapatkan bayaran atas jerih payah menyediakan ribuan porsi makanan setiap harinya, Ira kini malah ditagih sebesar Rp 420 juta oleh Yayasan Media Berkat Nusantara (MBN), mitra pelaksana program. Kuasa hukumnya bahkan menyebut adanya indikasi kuat bahwa dugaan penyelewengan ini melibatkan satu aktor kunci di dalam yayasan tersebut.

Di tengah ketidakpastian hukum, Ira tetap menjalankan operasional dapur dengan dana pribadi sambil menanti kejelasan pembayaran dan proses hukum yang sedang berjalan.

  1. Dilaporkan, Malah Diterpa Tagihan Rp 420 Juta

Kuasa hukum Ira, Danna Harly, mengungkapkan bahwa tagihan dari Yayasan MBN muncul setelah pihaknya resmi melaporkan dugaan penggelapan dana operasional MBG Kalibata ke Polres Metro Jakarta Selatan. Laporan itu menyoroti dugaan penggelapan hampir Rp 1 miliar.

Namun, respons yang diterima justru mengejutkan: Yayasan MBN malah menagih Ira sebesar Rp 420 juta. Ironisnya, sekitar Rp 200 juta dari jumlah itu berasal dari pembelian wadah makanan (ompreng) yang sebenarnya dibeli secara mandiri oleh Ira dengan harga satuan Rp 12.000.

“Sudah dibayar dengan dana pribadi Bu Ira, tapi malah dimasukkan ke dalam mekanisme MBG. Jadi dua hal yang berbeda dicampuradukkan,” jelas Danna.

  1. Tak Pernah Disubsidi, Malah Dituduh Kurang Bayar

Ira menegaskan bahwa selama program berjalan, seluruh operasional dapur—mulai dari bahan pangan, sewa tempat, listrik, kendaraan, hingga gaji juru masak—ditanggungnya sendiri tanpa subsidi satu rupiah pun dari yayasan.

Baca juga :  Anggota Komisi B DPRD Jateng Pantau Harga Sembako di Pasar Wonogiri Jelang Idulfitri

Anehnya, yayasan justru menuding Ira masih memiliki kekurangan pembayaran sebesar Rp 45 juta dengan dalih adanya invoice pembelian barang yang belum dipertanggungjawabkan.

“Ketika Ibu Ira hendak menagih haknya kepada yayasan, mereka malah berkata bahwa beliau kekurangan bayar Rp 45.314.249 karena ada invoice-invoice dari lapangan yang dibeli oleh pihak SPPG atau yayasan,” kata Danna. Tuduhan itu dinilai tidak berdasar, mengingat tidak pernah ada aliran dana operasional dari yayasan ke dapur MBG.

  1. Harga Per Porsi Dipangkas Sepihak

Ira juga telah menjalani pemeriksaan selama sembilan jam di Polres Metro Jakarta Selatan pada Kamis (10/4/2025). Salah satu poin yang disorot penyidik adalah perubahan nilai bantuan per porsi dari Rp 15.000 menjadi Rp 13.000.

Perubahan sepihak itu tidak pernah dijelaskan secara resmi dan diduga menjadi celah terjadinya penyelewengan dana.

“Yang paling di-highlight adalah perbedaan antara perjanjian dengan realisasi di lapangan. Dalam perjanjian disebut Rp 15.000, tapi di tengah jalan berubah jadi Rp 13.000,” kata Danna.

Selain itu, yayasan sempat berjanji akan membayar hak Ira menggunakan bilyet giro. Namun hingga Jumat malam, bilyet itu tak kunjung diterima. “Kami minta dikirim ke Polres Jaksel, tapi sampai sekarang belum ada respons,” tambahnya.

Meski dilanda tekanan dan ketidakpastian, Ira tetap memilih untuk melanjutkan perjuangan hukum demi mendapatkan kejelasan dan keadilan atas apa yang telah terjadi. Program sosial yang semestinya menjadi ladang kebaikan, kini menjadi potret rumitnya konflik dalam dunia kemanusiaan. (Amelia)