SuaraParlemen.co, Jakarta – Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) DPRD Jawa Barat memutuskan untuk keluar dari ruang sidang (walk out) saat rapat paripurna yang digelar pada Jumat (16/5/2025). Aksi itu dipicu oleh kekecewaan terhadap pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Cirebon beberapa waktu lalu.

PDI-P menilai pernyataan Gubernur Dedi telah merendahkan marwah lembaga legislatif dan menciptakan kesan bahwa DPRD merupakan penghambat jalannya pemerintahan. Fraksi ini pun mendesak agar Dedi segera memberikan klarifikasi secara terbuka.

Pernyataan Dinilai Merendahkan DPRD

Anggota Fraksi PDI-P DPRD Jabar, Doni Maradona Hutabarat, menyebut ucapan Gubernur Dedi mencerminkan sikap yang mendiskreditkan peran DPRD.

“Beliau menyampaikan kalau melakukan apa pun, kalau dibicarakan ke DPRD itu prosesnya lama. Akan ada rapat pleno pertama, pleno kedua. Nah, kita menangkap bahwa DPRD terkesan sebagai penghambat,” ujar Doni kepada SuaraParlemen.co, Jumat (16/5/2025) malam.

Menurut Doni, pernyataan tersebut menjadi preseden buruk dalam hubungan antara eksekutif dan legislatif. Ia menegaskan bahwa sistem pemerintahan di Indonesia harus tetap berjalan seimbang, sesuai dengan prinsip trias politica.

“Kita ini bernegara dengan konsep trias politica, terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semua punya perannya masing-masing,” tegas Doni.

Walk Out Sebagai Peringatan Politik

Doni menjelaskan bahwa aksi walk out yang dilakukan Fraksi PDI-P bukan sekadar bentuk protes, melainkan peringatan serius agar Gubernur tidak semena-mena dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Kita sampaikan secara terbuka di rapat paripurna. Bagaimanapun, Gubernur tidak bisa berjalan sendiri. Kalau menganggap DPRD tidak penting, ya sudah, jangan bahas apapun. Kita mau on the rule,” katanya.

Doni juga mengingatkan bahwa DPRD adalah representasi rakyat yang dipilih secara demokratis untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Baca juga :  Sekretaris Komisi III DPRD Jambi Sambut Kunjungan Pelajar SMA Negeri 4 Kota Jambi

“Kami ini wakil rakyat, dipilih langsung oleh rakyat. Tugas kami memperjuangkan aspirasi mereka,” pungkasnya.

Pernyataan Dedi di Cirebon: Uang Tak Penting, Rasa dan Cinta Lebih Utama

Dalam pidatonya di Cirebon pada Rabu (7/5/2025), Gubernur Dedi Mulyadi sempat menyinggung proses legislasi di DPR. Ia menyatakan bahwa membangun daerah tidak selalu harus bergantung pada ketersediaan anggaran.

“Duit mah nuturkeun (uang mengikuti). Saya punya keyakinan bahwa memimpin tidak harus punya duit,” ujar Dedi.

Ia juga mencontohkan bahwa para raja di masa lalu serta VOC membangun tanpa persetujuan DPR, berbeda dengan situasi saat ini.

“Tidak ada itu persetujuan DPR-nya. Yang ada persetujuan DPR-nya, kita sudah beberapa kali SD saja pada rubuh,” ungkapnya.

Dedi menilai bahwa kolaborasi tidak harus selalu dimaknai dengan proses rapat atau tahapan-tahapan birokrasi yang panjang.

“Kolaborasi tidak harus dimaknai bahwa kita rapat, pleno satu, pleno dua, pleno tiga. Kolaborasi adalah ketika ada tindakan darurat untuk kemanusiaan, keadilan, dan rakyat. Semua harus berkolaborasi—minimal dengan diam, mendoakan, atau melontarkan kritik yang berdasar,” jelasnya.

Respons Gubernur Dedi Mulyadi

Menanggapi sikap Fraksi PDI-P yang walk out, Gubernur Dedi menyatakan bahwa ia menghormati keputusan tersebut dan menyadari bahwa setiap partai memiliki hak politik masing-masing.

“Ya itu hak setiap orang, mau walk out atau tidak. Artinya, setiap orang berhak, setiap partai politik, setiap fraksi berhak menentukan sikap,” ujar Dedi di Gedung Pakuan, Bandung. (Amelia)