SuaraParlemen.co, Jakarta — Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengaku mendapatkan keuntungan dari pengaturan sejumlah perkara, baik pidana maupun perdata. Pengakuan tersebut disampaikan Zarof saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap yang melibatkan pengacara Gregorius Ronald Tannur dan terdakwa Lisa Rachmat.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/5/2025), jaksa menggali lebih jauh keterlibatan Zarof dalam perkara lain di luar kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, yang menjerat Ronald Tannur sebagai terdakwa. Salah satu perkara tersebut adalah sengketa perdata terkait industri gula.

Zarof mengaku bisa mengatur jalannya perkara tersebut karena pihak yang memintanya sudah memenangkan perkara di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung kemudian menanyakan bagaimana Zarof memperoleh akses terhadap berkas perkara, padahal saat itu ia menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) MA.

“Apakah kepala badan bisa mendapatkan akses terkait perkara pada saat itu?” tanya jaksa.
“Tidak,” jawab Zarof.
“Mempunyai hubungan terkait dengan akses perkara?” cecar jaksa.
“Tidak,” timpal Zarof.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut, Zarof mengakui bahwa ia mendapatkan informasi perkara melalui diskusi dengan rekan-rekannya, termasuk seorang Hakim Agung.

“Saya tanya ke teman-teman, ini ada perkara ini, diskusi-diskusi,” ungkap Zarof.
“Di Mahkamah Agung?” tanya jaksa.
“Iya di Mahkamah Agung. Semua orang saya tanyain pak.”
“Siapa yang biasa ditanya?”
“Pak Sultoni. Beliau paling gampang ditanya-tanya soal perkara apa pun.”
“Sultoni ini siapa?”
“Hakim Agung, pak,” jawab Zarof.

Meskipun demikian, Zarof menegaskan bahwa informasi yang diperoleh dari Sultoni tidak berkaitan langsung dengan kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.

Baca juga :  Aliansi Gayo Bela Palestina Ajak Masyarakat Aceh Tengah Turun ke Jalan dalam Aksi Solidaritas Palestina

Suap Rp6 Miliar untuk Bebaskan Ronald Tannur

Dalam dakwaan jaksa, pengacara Lisa Rachmat disebut menyuap enam hakim, terdiri dari tiga hakim di tingkat pertama dan tiga hakim kasasi, untuk membebaskan Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan.

Pada tingkat pertama, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya—Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo—diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. Jaksa menyebutkan bahwa uang tersebut diserahkan dalam tiga kali pertemuan:

  1. SGD 140 ribu di Bandara Ahmad Yani Semarang pada awal Juni 2024.
  2. SGD 48 ribu pada akhir Juni 2024, juga di Bandara Ahmad Yani.
  3. Rp1 miliar dan SGD 120 ribu di Pengadilan Negeri Surabaya pada Juli 2024.

Setelah vonis bebas dijatuhkan, jaksa mengajukan kasasi. Dalam proses kasasi, Lisa Rachmat disebut kembali menyuap melalui Zarof Ricar. Ia menjanjikan Rp1 miliar untuk Zarof dan Rp5 miliar untuk tiga hakim kasasi: Susilo (Ketua Majelis), Sutarjo, dan Ainal Mardhiah.

Lisa dua kali mendatangi rumah Zarof di Jakarta Selatan pada 8 dan 12 Oktober 2024. Dalam setiap pertemuan, ia menyerahkan uang Rp2,5 miliar, sehingga total mencapai Rp5 miliar.

“Terdakwa Lisa Rachmat telah menyerahkan uang total keseluruhan sebesar Rp5 miliar dalam bentuk mata uang dolar Singapura melalui Zarof Ricar untuk pemberian kepada hakim,” ungkap jaksa.

Selain itu, terdakwa lain, Meirizka Widjaja, diduga turut membantu dalam pemberian suap kepada hakim, dengan nilai total mencapai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. (Amelia)