SuaraParlemen.co, Jakarta – Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri, mengungkapkan bahwa kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan memberikan dampak luas pada perekonomian global, termasuk Indonesia. Menurutnya, sejumlah sektor andalan Indonesia akan terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.

“Sektor-sektor seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, hingga komoditas seperti udang, akan terkena imbas. Selain itu, produk mesin dan perlengkapan elektronik serta lemak dan minyak hewani maupun nabati juga berpotensi terdampak,” ujar Chatib seperti dikutip dari SuaraParlemen.co, Senin (7/4/2025).

Tak hanya Indonesia, Chatib menegaskan bahwa seluruh negara akan terpengaruh oleh pengenaan tarif baru ini. Namun, karena rasio ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sekitar 25%, dampaknya akan lebih terbatas dibanding negara-negara yang ekonominya lebih terintegrasi secara global, seperti Singapura (180%) dan Vietnam.

“Cara meminimalkan dampak ekonomi global adalah dengan mengurangi tingkat integrasi terhadap ekonomi dunia. Tentu ini ekstrem, karena tidak ada negara yang sepenuhnya tertutup. Tapi, semakin kecil integrasi dengan ekonomi global, semakin kecil pula dampaknya, dibanding negara seperti Singapura, Vietnam, Thailand, atau Malaysia,” jelas mantan Menteri Keuangan tersebut.

Lebih lanjut, Chatib juga memperingatkan bahwa sektor-sektor yang terdampak bisa berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Jika ekspor Indonesia terganggu, maka ada dua risiko: pertama, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan kedua, potensi terjadinya PHK. Ini yang perlu diantisipasi,” tegasnya.

Rupiah Melemah, Produk Ekspor Bisa Lebih Kompetitif

Meski banyak risiko, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS justru bisa menjadi peluang bagi produk ekspor Indonesia untuk menjadi lebih kompetitif.

Baca juga :  Tuanku Muhammad: Halal Bihalal Pemko Banda Aceh Momentum Penguatan Kolaborasi dan Pembangunan

“Sebagai contoh, jika tarif naik 5% dan Rupiah terdepresiasi 5%, maka dampaknya bisa saling mengimbangi (compensated),” jelas Chatib.

Namun, agar produk ekspor Indonesia tetap laku di pasar global, perlu ada upaya untuk menurunkan harga jual melalui pemangkasan biaya produksi. Hal ini, menurut Chatib, bisa dilakukan jika pemerintah segera mempercepat deregulasi ekonomi.

“Jika biaya produksi bisa ditekan, perusahaan tetap bisa menjual barang lebih murah tanpa mengorbankan margin keuntungan,” tambahnya.

Chatib menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya reformasi regulasi sebagai kunci menjaga daya saing ekspor Indonesia.

“Kalau ekonomi biaya tingginya bisa ditekan, maka perusahaan tetap bisa menjaga margin sambil menjual produk dengan harga yang kompetitif di pasar internasional,” pungkasnya. (Amelia)