SuaraParlemen.co, Muaro Jambi, 09 Agustus 2025 – Di setiap lembar rancangan anggaran tahunan daerah, kita menemukan deretan angka yang tampak biasa, kaku dan teknis: pendapatan, belanja, defisit, dan dana transfer. Angka-angka itu sering dibaca sekilas sebagai formalitas birokrasi, padahal sesungguhnya ia adalah kompas yang menunjukkan ke mana arah masa depan Kabupaten Muaro Jambi akan dibawa. Apakah kita sedang membangun pondasi kemandirian fiskal yang kokoh, atau justru tanpa sadar menjadikan daerah ini sekadar penunggu kiriman dari pusat?
Selama enam tahun terakhir (2020–2025), data berbicara dengan jujur: lebih dari 90% pendapatan daerah kita bersumber dari dana transfer pemerintah pusat. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkisar di angka 8–9% dari total APBD. Ini bukan sekadar statistik, tetapi cermin yang memperlihatkan wajah struktur ekonomi kita: rapuh, belum mandiri, dan terlalu bergantung.
Tabel Ringkasan APBD Kabupaten Muaro Jambi 2020–2025
Tahun Pendapatan Daerah Belanja Daerah Surplus/Defisit PAD (Rp M) Dana Transfer (Rp T)
2020 Rp 1,34 triliun Rp 1,42 triliun -Rp 80 M ± 95 M ± 1,24 T
2021 Rp 1,31 triliun Rp 1,40 triliun -Rp 90 M ± 100 M ± 1,21 T
2022 Rp 1,37 triliun Rp 1,45 triliun -Rp 80 M ± 105 M ± 1,26 T
2023 Rp 1,39 triliun Rp 1,48 triliun -Rp 90 M ± 110 M ± 1,28 T
2024 Rp 1,418 triliun Rp 1,53 triliun -Rp 112 M ± 115 M ± 1,30 T
2025 Rp 1,52 triliun Rp 1,65 triliun -Rp 130 M ± 125 M ± 1,39 T
2025 adalah proyeksi berdasarkan dokumen RANPERDA RPJMD 2025–2029
Risiko Ketergantungan yang Nyata
Bagi sebagian orang, angka-angka ini menenangkan. Karena artinya, selama pusat masih mengucurkan dana, belanja daerah tetap berjalan. Namun ketenangan ini semu. Ia seperti rumah yang berdiri di tepi sungai, tampak kokoh di musim kemarau, tetapi akan terancam hanyut ketika banjir tiba.
Sejarah fiskal Indonesia membuktikan, ketika terjadi guncangan nasional entah itu krisis ekonomi, pandemi, atau perubahan regulasi fiskal dana transfer bisa menurun signifikan. Muaro Jambi, dengan struktur PAD yang lemah, akan berada di posisi genting. Dalam situasi itu, daerah tak punya banyak pilihan selain memangkas program atau menunggu belas kasihan fiskal dari pusat.
RPJMD 2025–2029 sendiri mengakui kenyataan ini. Dalam Bab II, isu strategis pertama yang diidentifikasi adalah tingginya ketergantungan pada dana transfer dan rendahnya kemandirian fiskal. Artinya, masalah ini bukan hanya keluhan publik, tetapi sudah diakui sebagai tantangan resmi pembangunan lima tahun ke depan.
Pertanyaan yang Harus Dijawab
Mengapa PAD kita stagnan? Apakah potensi ekonomi lokal benar-benar minim? Ataukah kita belum sungguh-sungguh membangunnya?
Jika kita jujur, jawabannya cenderung mengarah ke yang kedua. Muaro Jambi memiliki lahan luas, sumber daya alam berlimpah, sejarah peradaban kuno, posisi strategis di jalur ekonomi Provinsi Jambi, serta ribuan pelaku UMKM dan sektor informal. Tetapi semua itu belum sepenuhnya dikonversi menjadi kekuatan fiskal daerah.
Akar Masalah yang Menghambat Kemandirian Fiskal
1. Minimnya Integrasi Sektor Informal
Ribuan pelaku UMKM, pedagang pasar, dan pelaku wisata belum masuk dalam skema kontribusi PAD yang adil dan proporsional.
2. Retribusi Daerah yang Lemah
Potensi dari parkir, air tanah, menara telekomunikasi, reklame, hingga pengelolaan BUMDes belum tergarap maksimal.
3. Kurangnya Inovasi Fiskal dan Digitalisasi
Belum ada sistem pemungutan PAD yang efisien, transparan, dan berbasis digital, padahal RPJMD mendorong digitalisasi pelayanan publik.
4. Peran BUMD & BUMDes yang Belum Strategis
Unit usaha daerah belum diarahkan untuk menjadi motor pendapatan yang berkelanjutan.
5. Menggugah Potensi Terpendam PAD Muaro Jambi
Muaro Jambi menyimpan potensi ekonomi yang besar, namun banyak di antaranya belum tergarap optimal sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah. Diperlukan langkah inovatif dan kreatif dalam pemungutan, pengelolaan, serta perluasan basis PAD, sehingga setiap peluang—dari sektor formal hingga informal—dapat diolah menjadi kekuatan nyata bagi kemandirian fiskal daerah.
Solusi dan Arah Baru yang Perlu Didorong
1. Digitalisasi PAD dan Transparansi Fiskal
Bangun sistem e-PAD, e-retribusi, dan dashboard fiskal yang mudah diakses publik. Ini bukan hanya tentang efisiensi birokrasi, tetapi juga membangun trust masyarakat.
2. Transformasi Ekonomi Desa
Jadikan BUMDes sebagai instrumen ekonomi desa yang produktif, berjejaring dengan koperasi dan UMKM. Pendekatan ini akan menciptakan ekosistem ekonomi lokal yang berdaya saing dan memberi kontribusi langsung ke PAD.
3. Aktivasi BUMD dan Investasi Lokal
Arahkan BUMD ke sektor-sektor strategis: air minum, energi mikro, pasar rakyat, dan distribusi komoditas unggulan. Dengan manajemen profesional, BUMD bisa menjadi tulang punggung fiskal daerah.
4. Pengembangan Sektor Wisata dan Ekonomi Kreatif
Potensi Candi Muaro Jambi, agrowisata, dan festival budaya lokal harus diintegrasikan dalam satu ekosistem pariwisata berbasis komunitas, dengan pemasaran digital yang masif.
5. Reformasi Pajak dan Retribusi
Lakukan penataan zonasi dan regulasi pajak dengan pendekatan partisipatif. Pemerintah harus hadir sebagai mitra warga, bukan sekadar pemungut pajak.
6. Reformasi Lembaga Pengelola PAD
Tingkatkan kapasitas Dispenda menuju Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) yang otonom, profesional, dan terintegrasi digital, sehingga menjadi motor utama reformasi fiskal.
7. Menata dan meninjau ulang Perizinan untuk PAD yang Lebih Kuat
Perizinan yang dikelola dengan baik bukan sekadar dokumen formal, melainkan pintu masuk bagi optimalisasi pendapatan daerah. Di Muaro Jambi, ribuan gudang dan pabrik beroperasi, namun sebagian belum menyesuaikan perizinan sesuai perkembangan usaha. Akibatnya, potensi PAD terutama dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan belum tergarap sepenuhnya. Peninjauan ulang secara menyeluruh, disertai pembaruan data dan pengawasan terpadu, menjadi langkah strategis untuk memastikan setiap kegiatan usaha berkontribusi adil bagi pembangunan daerah.
Mengikat ke Misi RPJMD 2025–2029
RPJMD telah menegaskan misi “Meningkatkan kemandirian fiskal daerah melalui optimalisasi potensi ekonomi lokal”. Misi ini hanya akan menjadi kenyataan jika ada komitmen politik yang kuat, manajemen fiskal yang berani berubah, dan kolaborasi semua pihak—eksekutif, legislatif, pelaku usaha, dan masyarakat.
Kemandirian fiskal bukan berarti memutus hubungan dengan pusat. Tetapi ia adalah kemampuan untuk mengatur dan membiayai pembangunan sendiri, menentukan prioritas berdasarkan kekuatan lokal, dan tidak rapuh ketika dana transfer berkurang.
Penutup: Mandiri Secara Fiskal, Mandiri Secara Politik
Muaro Jambi tidak ditakdirkan menjadi daerah yang hanya menunggu. Kita punya peluang besar untuk menjadi daerah penghasil, yang menghidupkan ekonomi dari desa, dari rakyat, dan dari tanah yang kita pijak.
Fraksi PKS menyerukan komitmen bersama: mari kita hentikan ketergantungan yang melemahkan dan mulai membangun sistem keuangan daerah yang kuat, transparan, dan berkeadilan.
Kita tidak sedang membicarakan angka di tabel APBD semata kita sedang membicarakan masa depan generasi berikutnya. Masa depan yang ditentukan oleh keberanian kita hari ini untuk berpindah dari ketergantungan menuju kemandirian.
Muaro Jambi membutuhkan keberanian untuk melaju kencang dalam mengoptimalkan potensi PAD, didukung oleh tim yang solid dan siap bekerja keras demi terwujudnya kemandirian fiskal. Apresiasi patut diberikan kepada tim PAD yang telah berjuang selama ini, namun tantangan ke depan menuntut penguatan formasi—membangun tim yang lebih solid, berpikir inovatif, dan bekerja tanpa mengenal lelah demi masa depan daerah yang lebih mandiri dan berdaya saing.
Oleh : M. Ali Mustika, A. Md (Ketua Fraksi PKS Muaro Jambi, Ketua Bapemperda DPRD Muaro Jambi, Ketua DPD PKS Muaro Jambi)
Tinggalkan Balasan