SuaraParlemen.co, Tangsel — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melontarkan kritik keras terhadap kinerja Pemerintah Kota dalam menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menyusul tren kenaikan kasus yang terus terjadi, Komisi II DPRD mempertanyakan efektivitas dan dampak nyata dari program-program pencegahan yang telah dijalankan.

Kasus Kekerasan Meningkat, Program Dianggap Belum Signifikan

Kekhawatiran ini mencuat dalam Rapat Kerja Pengawasan Semester II Tahun Anggaran 2025 bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangsel pada Kamis (4/12).

Berdasarkan data dari UPTD PPA Kota Tangsel, hingga November 2025, tercatat 372 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Angka ini mengalami kenaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 334 kasus.

Ketua Komisi II DPRD Tangsel, Ricky Yuanda Bastian, menegaskan bahwa kenaikan angka ini adalah sinyal jelas bahwa pendekatan program yang ada perlu perbaikan serius.

“Setiap program harus punya ukuran keberhasilan mulai dari input, output, hingga outcome-nya. Tanpa itu, sulit memastikan apakah langkah yang diambil benar-benar tepat sasaran,” ujar Ricky Yuanda Bastian usai rapat.

Ricky menegaskan bahwa program perlindungan tidak boleh menjadi sekadar rutinitas tahunan tanpa dampak nyata. “Kami ingin memastikan setiap program bukan sekadar kegiatan, tetapi betul-betul punya dampak yang bisa dirasakan masyarakat. Jika angka kekerasannya terus naik, berarti ada yang harus dibenahi secara serius,” tambahnya.

Ironi Predikat Kota Layak Anak Utama

Politisi PKS ini juga menyoroti ironi status Kota Tangsel sebagai Kota Layak Anak kategori Utama. Menurutnya, predikat tersebut harus dibuktikan dengan rasa aman yang dirasakan langsung oleh anak-anak dan perempuan.

“Predikat itu harus dibuktikan kepada publik dengan rasa aman yang dirasakan anak-anak dan perempuan kita. Angka kekerasan yang masih tinggi tidak boleh dianggap wajar,” tegas Ricky.

Baca juga :  Ketua Fraksi PKS Sampaikan Ucapan Selamat Bertugas untuk Kepala Dinas Sosial dan Sekretaris DPRK Aceh Tengah

Permintaan Komisi II: Fokus pada Pencegahan dan Indikator Jelas

Komisi II menekankan perlunya pergeseran fokus dari sekadar penanganan pascakejadian ke arah pencegahan yang lebih kuat. Hal ini harus diwujudkan melalui:

  • Edukasi publik yang masif dan terstruktur.
  • Penerapan sistem deteksi dini di lingkungan masyarakat.
  • Layanan pengaduan yang cepat direspons.
  • Pendampingan psikososial yang berkelanjutan bagi korban.

Komisi II berharap DP3AP2KB dapat segera memperbaiki pola kerjanya. “Keberhasilan perlindungan perempuan dan anak harus tercermin dari menurunnya angka indikator kekerasan, bukan dari banyaknya program yang dipublikasikan,” tutup Ricky.