SuaraParlemen.co, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melontarkan ancaman keras terhadap China terkait ketegangan dagang antara kedua negara. Trump mengatakan siap menambahkan lonjakan tarif hingga 50 persen jika China tidak menarik kebijakan tarif balasan terhadap AS.
“Selain itu, semua pembicaraan dengan China terkait permintaan pertemuan mereka dengan kami akan dihentikan! Negosiasi dengan negara lain, yang juga telah meminta pertemuan, akan segera dimulai,” ujar Trump melalui unggahan di akun media sosialnya, Truth Social, Senin (7/4).
Negara Lain Antre Negosiasi Tarif
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa lebih dari 50 negara telah memulai negosiasi terkait kebijakan tarif impor baru yang diumumkan Trump pada Rabu (2/4) lalu.
Meskipun tidak merinci negara-negara tersebut, Bessent mengklaim bahwa hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh Trump dalam perdagangan global.
“[Trump] telah menciptakan pengaruh yang maksimal bagi dirinya sendiri,” kata Bessent, dikutip dari Reuters.
Trump juga mengungkapkan bahwa ia telah berbincang dengan sejumlah pemimpin negara dari Eropa dan Asia selama akhir pekan. Menurutnya, banyak dari mereka berharap tarif atas negara mereka bisa dikurangi hingga 50 persen.
Namun, pengurangan itu tidak akan datang secara cuma-cuma.
“Mereka ingin bernegosiasi, tetapi tidak akan ada pembicaraan kecuali mereka membayar kami dengan banyak uang setiap tahun,” tegas Trump.
“Saya tidak ingin ada yang rusak. Namun, kadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” tambahnya.
Dampak Global: Pasar Saham Berguncang
Kebijakan tarif baru yang diumumkan Trump telah memicu gejolak di pasar global. Nilai saham AS tercatat turun hampir US$6 triliun dalam sepekan terakhir. Dampaknya juga terasa di berbagai pasar saham dunia, termasuk di Asia, yang mengalami penurunan tajam sejak pengumuman tersebut.
China merespons kebijakan ini dengan menetapkan tarif tambahan sebesar 34 persen terhadap sejumlah barang impor dari AS. Besaran tarif ini setara dengan langkah balasan (resiprokal) yang diambil Washington sebelumnya.
“Kami tidak mencari konflik, namun kami juga tidak takut menghadapinya. Tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk berinteraksi dengan China,” tegas Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan resminya, dikutip dari SuaraParlemen.co, Minggu (6/4).
Eskalasi ketegangan ini menjadi babak baru dalam konflik dagang AS-China, yang tak hanya berdampak pada kedua negara, tapi juga pada stabilitas ekonomi global secara keseluruhan. (Amelia)
Tinggalkan Balasan