SuaraParlemen.co, Jakarta – Pendiri Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, menyebut laporan Bank Dunia yang menyatakan bahwa 60,3 persen rakyat Indonesia masih tergolong miskin adalah cerminan realitas sosial ekonomi saat ini. Menurutnya, data tersebut jauh lebih relevan dan realistis dibandingkan angka resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
“Angka dari World Bank mencerminkan pendekatan yang lebih aktual dan adil untuk perbandingan internasional. Ini jauh lebih realistis dalam mencerminkan kemampuan konsumsi dan standar hidup layak, dibandingkan garis kemiskinan nasional Indonesia yang hanya sekitar Rp20.000 per hari,” ujar Askar saat dihubungi, Rabu (30/4/2025).
Kritik terhadap Standar Ganda Pemerintah
Askar juga mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam menyampaikan narasi ekonomi. Ia menyoroti ketidaksesuaian antara klaim Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah dan standar garis kemiskinan yang masih sangat rendah.
“Ini kan aneh. Pemerintah suka bermain dengan definisi. Perlu dicatat, metode penghitungan kemiskinan Indonesia masih berbasis pengeluaran, bukan pendapatan. Bila dihitung berdasarkan pendapatan, jumlah penduduk miskin bisa jauh lebih tinggi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, banyak masyarakat kelas menengah bawah yang “turun kelas” menjadi kelompok miskin rentan. Meskipun pemerintah mengklaim angka kemiskinan ekstrem menurun, populasi vulnerable poor justru semakin besar.
“Mereka ini hidup sedikit di atas garis kemiskinan, tetapi sangat rentan terhadap guncangan seperti kenaikan harga pangan, kehilangan pekerjaan, atau krisis kesehatan,” ungkap Askar.
Standar Bank Dunia: Rp115 Ribu per Hari
Laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 dari Bank Dunia menyebut bahwa 60,3 persen penduduk Indonesia tergolong miskin berdasarkan standar negara berpendapatan menengah-atas. Batas kemiskinan ditetapkan sebesar US$6,85 per hari per kapita—setara dengan sekitar Rp115.278 per hari (kurs Rp16.829 per US$).
Artinya, siapa pun warga Indonesia yang pengeluarannya kurang dari sekitar Rp155.000 per hari tergolong miskin menurut versi Bank Dunia. Hal ini sejalan dengan status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas sejak 2023, di mana Gross National Income (GNI) mencapai US$4.580 per kapita.
Indonesia Kedua Tertinggi di Asia Tenggara
Yang memprihatinkan, menurut laporan tersebut, Indonesia menempati posisi kedua tertinggi untuk jumlah penduduk miskin di kawasan Asia Tenggara. Di atasnya hanya Laos (68,5 persen). Bandingkan dengan Malaysia (1,3 persen), Thailand (7,1 persen), Vietnam (18,2 persen), dan Filipina (50,6 persen).
Kontras dengan Data BPS
Data dari Bank Dunia ini sangat kontras dengan laporan BPS yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin per September 2024 hanya 24,06 juta orang, atau 8,57 persen dari total populasi. Bahkan BPS mengklaim ini sebagai angka kemiskinan terendah sepanjang sejarah Indonesia, turun dari 25,22 juta orang (9,03 persen) pada Maret 2024. (Amelia)
Tinggalkan Balasan